Senjata Dan Strategi Perang Tidak Lazim Kurun Kuno
Perang merupakan urusan yang berkaitan pribadi dengan hidup dan mati. Oleh alasannya itulah, semenjak zaman dahulu orang-orang yang terlibat dalam perang bakal melaksanakan segala cara semoga sanggup memenangkan perang. Berikut ini yakni beberapa pola penggunaan seni administrasi dan senjata yang tidak lazim dalan peperangan memperebutkan kota yang terjadi di kala kuno.
Pelontar Mayat
Ketapel raksasa semisal trebuchet merupakan perangkat perang yang amat sering dipakai di masa lampau ketika melaksanakan pengepungan ke suatu kota. Alat ini sendiri intinya yakni alat pelontar yang sanggup melemparkan proyektil raksasa semisal kerikil ke arah sasarannya.
Akibat gravitasi dan daya lontar dari ketapel raksasa, proyektil yang dilontarkan tersebut sanggup menjadikan kerusakan jago ketika menghantam bangunan. Oleh alasannya itulah, tidak mengherankan kalau ketapel raksasa sering dipakai untuk menyerbu suatu kota yang dilindungi oleh pasukan dan tembok tinggi.
Meskipun ketapel raksasa memang sanggup dipakai untuk menghancurkan bangunan berdinding tebal, butuh waktu yang tidak singkat bagi ketapel raksasa untuk menghancurkan dinding kota alasannya biasanya di sisi seberang, pasukan yang melindungi kota akan pribadi bergegas menambal lubang yang tercipta akhir hantaman proyektil.
Atas pertimbangan itulah, pasukan Mongol yang menyerbu Eropa lantas berbagi metode barunya sendiri. Ketika mereka melaksanakan pengepungan ke kota Caffa di Krimea pada tahun 1346, pasukan Mongol memuat ketapel raksasa dengan mayat-mayat korban wabah Maut Hitam (Black Death).
Mayat-mayat tadi dilontarkan ke dalam kota. Pasukan Mongol berharap kalau mayat-mayat yang bergelimpangan di dalam kota akan membuat pasukan dan warga sipil yang ada di dalam kota merasa gentar. Bau busuk yang ditimbulkan oleh jenazah diperlukan juga bakal melemahkan semangat juang pasukan di kota Caffa.
Kota Caffa pada karenanya berhasil dipertahankan dari serangan pasukan Mongol. Namun mayat-mayat tersebut ternyata hanyalah permulaan dari bencan yang jauh lebih besar. Sahabat anehdidunia.com ketika penghuni kota Caffa ada yang berlayar menuju kota lain di Eropa untuk mengungsi, mereka tanpa sengaja turut membawa bibit penyakit Maut Hitam.
Akibatnya, begitu para pengungsi tadi tiba di kota tujuannya, wabah Maut Hitam pribadi menyebar tak terkendali dan merenggut begitu banyak korban jiwa. Hingga sekarang, wabah Maut Hitam menjadi salah satu wabah penyakit paling mematikan yang pernah melanda Eropa.
Percaya atau tidak, senjata yang sanggup memancarkan sinar penghancur ternyata benar-benar pernah ada di masa lampau. Namun kalau anda membayangkan senjata macam penembak laser ibarat yang ada di film-film fiksi ilmiah, maka pikiran tersebut sebaiknya anda buang jauh-jauh.
Senjata pemancar sinar penghancur yang dimaksud di sini aslinya yakni semacam cermin cekung atau perisai yang permukaannya sudah dibentuk semengkilap mungkin. Senjata ini merupakan buah karya Archimedes, pakar matematika Yunani yang juga populer sebagai penggerak Hukum Archimedes.
Archimedes membuat senjata ini alasannya pada pasukan Romawi pada waktu itu mencoba menaklukkan kota Syracuse. Tidak ingin melihat kota yang ia tinggali porak poranda akhir perang, Archimedes lalu membuat senjata tadi dengan memanfaatkan konsep titik fokus cahaya.
Saat cahaya mengenai permukaan cermin cekung, cahaya yang terkumpul akan mengumpul di titik tertentu, di mana titik ini juga dikenal sebagai titik fokus. Secara singkat, senjata ini bekerja dengan prinsip yang serupa dengan praktik aben kertas menggunakan beling pembesar dan sinar matahari.
Archimedes mendesain senjata cerminnya sedemikian rupa semoga titik fokus dari cerminnya sempurna mengenai kapal-kapal Romawi yang sedang mendekat. Harapannya, kapal tersebut akan terbakar di tengah-tengah bahari sehingga pasukan Romawi tidak berhasil mendarat di Syracuse.
Tidak diketahui apakah senjata cermin ciptaan Archimedes ini memang benar-benar efektif mengingat secara teori, senjata ini hanya sanggup aben sesuatu kalau sasarannya berada sempurna di jarak tertentu. Upaya reka ulang dengan menggunakan miniatur cermin cekung dan bahtera mini sendiri menawarkan kalau secara teoritis, cermin cekung memang sanggup dipakai untuk aben perahu.
Pasir nampaknya bukanlah merupakan hal yang berbahaya. Namun di tangan penduduk kota Tyre (sekarang terletak di negara Lebanon) pada masa Sebelum Masehi, pasir berubah menjadi menjadi senjata yang bakal membuat korbannya menderita bukan main.
Untuk membuat senjata pasir ini, mula-mula pasukan yang menjaga tembok kota aben pasir hingga warnanya berubah menjadi merah membara layaknya logam panas. Saat pasukan Makedonia yang dipimpin oleh Aleksander Agung mencoba memanjat dinding pelindung kota Tyre, pasukan yang bersiaga di atas dinding lalu menumpahkan pasir tadi ke arah prajurit musuh yang sedang memanjat.
Pasir panas tersebut pribadi menjadikan luka bakar yang parah ketika mengenai bab badan prajurit yang tidak terlindung. Namun ternyata itu gres permulaannya saja. Karena butiran-butiran pasir sanggup merembes masuk ke dalam celah baju zirah yang paling sempit sekalipun, pasir panas tadi lalu aben bab badan prajurit yang terlindung oleh baju zirah.
Karena tubuhnya serasa dibakar hidup-hidup, prajurit Makedonia yang kesakitan secara impulsif pribadi melepaskan baju zirahnya semoga ia sanggup membersihkan butiran pasir panas yang melekat pada kulitnya.
Pada ketika itulah, pasukan pemanah di tembok kota Tyre pribadi melepaskan anak panahnya dan menewaskan prajurit musuh yang sudah tidak terlindung lagi. Selain sanggup dipakai untuk memanggang prajurit lawan hidu-hidup, pasir panas juga sanggup dipakai untuk melubangi dan aben layar kapal musuh.
Lebah memang hanya merupakan serangga kecil, namun insan normalnya tidak akan mau berada di akrab kawanan lebah kalau tidak benar-benar terpaksa. Pasalnya lebah dikenal sangat gigih dalam melindungi sarangnya. Saat ada insan atau binatang besar yang mengusik sarang, kawanan lebah yang jumlahnya sanggup mencapai ribuan akan pribadi menyerang pengganggu tadi secara beramai-ramai.
Lebah memang bakal mati setelah menyengat insan atau binatang besar. Namun upaya pengorbannya tidaklah sia-sia alasannya sengat yang menancap di kulit musuhnya akan terus menyuntikkan racun yang amat perih selama tidak dicabut. Oleh alasannya itulah, insan yang hendak membongkar sarang lebah untuk mengambil di dalamnya bakal mengenakan pakaian pelindung yang tidak sanggup ditembus oleh sengat lebah.
Reputasi lebah sebagai binatang yang gemar menyengat untuk melindungi sarangnya lantas dimanfaatkan oleh penduduk kota Chester di Inggris ketika kotanya didatangi oleh gerombolan prajurit Viking.
Saat pasukan Viking memanjat dinding kota, pasukan yang melindungi kota Chester awalnya mencoba menghalau prajurit Viking dengan menyirami mereka menggunakan air mendidih. Namun pasukan Viking dengan sigap pribadi mengenakan pakaian pelindung yang terbuat dari kulit binatang sehingga air tadi tidak hingga melukai mereka.
Dalam kondisi terpojok, pasukan yang melindungi kota Chester lalu pribadi mengambil sarang-sarang lebah yang ada di dalam kota dan melemparkannya ke arah pasukan Viking.
Begitu sarang lebah tersebut bergelimpangan di tengah-tengah kerumunan pasukan Viking, kawanan lebah yang murka pribadi beterbangan keluar sarang dan menyerang orang-orang Viking. Merasa jera dan tidak menduga bakal mendapatkan serangan macam ini, pasukan Viking yang sedang menyerbut kota Chester terpaksa mundur.
referensi:
https://www.ancient.eu/article/107/alexanders-siege-of-tyre-332-bce/
https://listverse.com/2018/03/09/10-weird-siege-weapons-and-tactics-from-history/
https://listverse.com/2018/03/09/10-weird-siege-weapons-and-tactics-from-history/