Pelaku Kejahatan Yang Menuntut Korbannya Ke Pengadilan
Hukum dibentuk dengan maksud biar seseorang tidak sanggup seenaknya melanggar hak orang lain. Namun dalam praktiknya, tidak jarang seseorang yang sudah jelas-jelas melaksanakan tindak kejahatan kepada orang lain berani mengajukan tuntutan aturan kepada korbannya. Berikut ini ialah 5 kasus di mana korban kejahatan justru dituntut oleh orang yang sudah melaksanakan tindak kejahatan kepadanya.
Pada tahun 2007, keluarga McWilliams dan Bassi sedang dalam perjalanan menuju rumah kerabatnya untuk merayakan Natal bersama-sama. Di tengah-tengah perjalanan, mereka berpapasan dengan lampu merah. Sesuai dengan peraturan, mereka menghentikan sejenak mobilnya hingga lampu kemudian lintas berubah warna.
Saat itulah, mendadak ada truk yang mendekati mereka dari belakang dalam kecepatan tinggi. Kendati dikala itu di depannya sedang ada lampu merah yang menyala, truk tersebut tetap tidak mengurangi kecepatannya. Akibatnya, truk itu pun menabrak kendaraan beroda empat yang dinaiki oleh keluarga McWilliams dan Bassi.
Sebanyak 3 orang tewas tanggapan gesekan ini, sementara mereka yang selamat mengalami luka serius. David Belniak yang bertindak sebagai pengemudi truk ini ditangkap oleh polisi atas tuduhan melaksanakan pembunuhan tak terencana. Saat diperiksa, Belniak diketahui mempunyai kadar alkohol dan narkotik yang tinggi dalam darahnya.
Atas perbuatannya ini, Belniak pun dijatuhi eksekusi penjara 12 tahun. Namun Belniak ternyata tidak mau kalah. Ia menuntut keluarga korban dengan alasan bahwa kecelakaan ini aslinya disebabkan oleh pengemudi di dalam kendaraan beroda empat yang ditabraknya. Menurut klaim Belniak, Ray McWilliams yang sedang mengemudikan kendaraan beroda empat tersebut sedang berada dalam dampak obat.
Belniak lantas meminta supaya keluarga korban membayar ganti rugi sebesar lebih dari 15.000 dollar lantaran sudah menjadikan cedera fisik dan mental kepada dirinya. Namun hakim yang menangani kasus ini menolak untuk mengabulkan tuntutan Belniak. Justru Belniak malah diperintahkan supaya membayar ganti rugi sebesar 14 juta dollar kepada keluarga korban.
Pada tahun 2007, Scott Zielinski melaksanakan perampokan di Nick’s Party Stop. Sambil menodongkan pisaunya, Zielinsiki mengancam akan membunuh penjaga toko jikalau mereka berani melawan. Karena tidak mau terluka, korban lantas membiarkan Zielinski mengambil uang, rokok, dan minuman keras yang ada di dalam toko.
Saat Zielinski hendak pergi meninggalkan toko, mendadak salah seorang pegawai mengeluarkan senjata api dan berhasil menembak Zielinski sebanyak 2 kali. Zielinski yang jatuh tersungkur kemudian dikeroyok oleh pegawai toko yang lain hingga jadinya polisi datang di kawasan insiden perkara.
Zielinski kemudian ditahan dan dijatuhi eksekusi penjara 8 tahun atas tuduhan perampokan. Namun Zielinski tidak mau kalah. Ia balik menuntut ganti rugi sebesar 125 ribu dollar kepada pihak toko dengan alasan sudah mencederai dirinya. Menurut klaim Zielinski, pegawai toko sudah melaksanakan penganiayaan berlebihan kepada dirinya.
Selain menderita luka tembak, Zielinski mengaku mengalami patah tulang dada, patah tulang rusuk, penyusutan paru-paru, dan kesulitan bergerak seusai diserang oleh pegawai toko yang dirampoknya.
Hakim yang menangani kasus ini lantas memutuskan bahwa Zielinski berhak melanjutkan tuntutannya jikalau ia sanggup menyediakan uang sebesar 10 ribu dollar untuk membayar biaya pengacara pihak yang dituntutnya. Karena Zielinski tidak mempunyai uang sebanyak itu, hakim pun menolak mengabulkan tuntutan yang diajukan oleh Zielinski.
Scott Kerns ialah seorang laki-laki yang dilaporkan ke polisi atas tuduhan melaksanakan pemerkosaan kepada seorang anak wanita berusia 10 tahun. Berdasarkan penyelidikan polisi di tahun 2000, Kerns diketahui sudah melaksanakan aksinya ini selama berbulan-bulan. Kerns pun lantas dinyatakan bersalah dan dijatuhi eksekusi penjara maksimal 20 tahun.
Tahun 2007, Kerns mengajukan tuntutan kepada keluarga korban. Menurutnya gadis yang diklaim sebagai korban aslinya hanya mengarang dongeng palsu. Kerns juga menegaskan kalau dirinya ialah korban konspirasi oleh keluarga sang gadis, pengacara penuntut, dan pengacara yang bertugas membela dirinya.
Hakim yang menangani tuntutan Kerns menolak untuk mengabulkan tuntutannya. Tidak mau menyerah, pada tahun 2015 Kerns kembali mengajukan tuntutan sambil menegaskan kalau dirinya hanya menjadi korban konspirasi. Lagi-lagi tuntutan yang diajukannya ditolak oleh hakim.
Mungkin merasa kesal atas tindakan Kerns yang mencoba memposisikan dirinya sebagai pihak yang tidak bersalah, keluarga dari gadis yang menjadi korban pemerkosaan Kerns lantas mengajukan tuntutan balik kepada Kerns atas tuduhan menciptakan somasi aturan yang mengada-ada.
Kali ini hakim baiklah untuk mengabulkan tuntutan tersebut dan Kerns dijatuhi eksekusi penjara pemanis 12 bulan. Hakim juga memutuskan kalau Kerns tidak berhak mengajutan somasi aturan apapun setelah ini.
Pada tahun 1999, Brendon Fearon dan Fred Barras menyelinap masuk ke dalam rumah Tony Martin. Mereka menyantroni rumah Martin lantaran konon di rumah Martin terdapat banyak benda antik bernilai tinggi.
Martin sendiri sebelum ini pernah beberapa kali menjadi korban kemalingan. Oleh lantaran itulah, ia kini bersikap jauh lebih waspada. Ketika ia mendengar ada tamu tak diundang yang memasuki rumahnya tanpa izin, Martin sengaja menyiapkan senapan shotgun.
Ketika Martin mendengar suaran mencurigakan di rumahnya, Martin impulsif bergegas menuju ke arah suara. Mendadak, seseorang menyorotkan lampu senter ke wajahnya. Martin yang terkejut lantas menembakkan senapannya.
Akibat tembakan tersebut, Barras tewas dengan luka tembak di punggung, sementara Fearon tertembak di kepingan kaki. Polisi yang datang di lokasi kemudian melaksanakan penangkapan kepada Fearon dan Martin.
Fearon lantas dijatuhi eksekusi 3 tahun atas tuduhan perampokan, sementara Martin dijatuhi eksekusi penjara 5 tahun atas tuduhan pembunuhan yang tidak direncanakan. Fearon kemudian menuntut ganti rugi sebesar 15 ribu dollar kepada Martin dengan alasan luka tembak yang didapatnya mengakibatkan menderita cedera fisik dan psikis.
Martin tidak mau kalah dan balik menuntut Fearon. Aksi saling tuntut ini pada jadinya berakhir hening setelah kedua belah pihak setuju untuk sama-sama mencabut somasi hukumnya.
Pada tahun 2008, Simon Cremer merasa begitu murka setelah mengetahui kalau salah seorang pegawainya yang berjulukan Mark Gilbert menciptakan cek palsu supaya ia sanggup mengambil uang milik perusahaan untuk dirinya sendiri.
Cremer kemudian membawa paksa Gilbert ke kantor polisi. Ia juga memaksa Gilbert menggunakan papan yang pada pada dasarnya menyatakan kalau dirinya ialah seorang maling yang sedang diarak menuju kantor polisi.
Sesampainya di kantor polisi, polisi ternyata menolak untuk menahan Gilbert dan hanya sekedar memberinya peringatan. Justru Cremer yang kemudian terancam dijebloskan ke dalam penjara atas tuduhan mencoba memenjarakan orang lain tanpa dasar yang kuat. Namun Cremer sendiri jadinya pada batal ditahan.
Kasus ini ternyata masih belum berhenti hingga di sana. Dengan alasan tindakan Cremer mengaraknya di depan umum membuatnya mengalami tekanan batin dan sulit mendapat pekerjaan, Cremer lantas mengajukan tuntutan aturan kepada Gilbert.
Cremer bahu-membahu sanggup melanjutkan kasus ini ke pengadilan untuk menangkal somasi yang diajukan Gilbert kepada dirinya. Namun lantaran membawa kasus ini ke pengadilan bakal membuatnya harus mengeluarkan biaya hingga 25 ribu dollar, Cremer memutuskan untuk menuntaskan kasus ini di luar jalur pengadilan. Ia baiklah membayar ganri rugi sebesar 13 ribu dollar kepada Gilbert.
Sumber :
https://www.dailymail.co.uk/news/article-6378863/Killer-farmer-Tony-Martin-says-NO-regrets-gunning-burglar-farm-1999.html
https://steemit.com/criminals/@jaxkwender/10-criminals-who-sued-their-victims
https://forum-berita-unik.blogspot.com//search?q=
https://steemit.com/criminals/@jaxkwender/10-criminals-who-sued-their-victims
https://forum-berita-unik.blogspot.com//search?q=