Fakta Unik Obsesi Alexander Graham Bell Dengan Orang Tuna Rungu
Hampir tidak mungkin rasanya jikalau kita harus hidup tanpa telepon. Berkat keberadaan telepon, mereka yang terpisah jarak hingga berkilo-kilometer jauhnya sanggup tetap berkomunikasi dengan mudah. Adalah Alexander Graham Bell yang menjadi tokoh penting di balik terciptanya telepon.
Namun kisah menarik seputar Bell bukan hanya seputar telepon. Ia juga mempunyai pengalaman menarik dikala bergaul dengan orang-orang tuna rungu. Berikut ini yaitu fakta-fakta menarik mengenai korelasi antara Bell dengan orang-orang tuna rungu.
Ibu dan Istri Bell Adalah Penyandang Tuna Rungu
Bell semenjak kecil sudah bersahabat dengan orang-orang yang mempunyai gangguan telinga atau tuna rungu. Pasalnya ibu Bell yaitu seorang penyandang tuna rungu. Tidak diketahui semenjak kapan ibu Bell mulai menderita ketulian. Satu hal yang pasti, ibu Bell lahir dengan telinga normal sebelum kemudian kehilangan pendengarannya.
Kendati mempunyai duduk perkara pendengaran, ibu Bell tidak mengalami kesulitan berarti dikala harus berkomunikasi dengan sesama anggota keluarganya. Pasalnya suaminya yaitu pencipta bahasa khusus untuk orang-orang tuna rungu dan ibu Bell sanggup memakai bahasa tersebut dengan lancar. Ibu Bell bahkan diketahui jago bermain piano alasannya ia sanggup mengetahui nada-nada piano dengan cara mencicipi getaran pada tubuh piano.
Ibu Bell bukanlah satu-satunya perempuan tuna rungu yang mempunyai korelasi bersahabat dengannya. Saat Bell berusia 27 tahun, Bell yang dikala itu berprofesi sebagai guru khusus orang-orang tuna rungu jatuh cinta pada salah seorang murid yang berjulukan Mabel Hubbard. Mabel diketahui menderita ketulian sehabis sebelumnya terjangkit demam campak.
Bell merasa semakin tertarik dengan Mabel sehabis ia mendengarkan eksklusif bunyi Mabel dikala gadis tersebut mencoba berbicara. Pada awalnya Mabel merasa khawatir kalau ia tidak akan sanggup berbicara dengan lancar, namun Bell meyakinkannya kalau ia tidak perlu berbicara dengan tepat selama lawan bicaranya memahami maksud ucapannya. Saat korelasi antara Bell dengan Mabel semakin erat, keduanya pun kemudian menikah.
Tanpa Orang Tuna Rungu, Bell Tidak Akan Menciptakan Telepon
Keberadaan orang-orang tuna rungu di sekitar Bell menjadi salah satu alasan utama mengapa Bell kelak menemukan telepon. Ide mengenai penciptaan telepon bermula dari rasa ingin tau Bell akan cara kerja suara. Pasalnya setiap kali berbicara kepada ibunya, Bell harus berbicara dengan bunyi pelan di dekat kening ibunya supaya ibunya sanggup mengetahui apa yang Bell katakan dengan mencicipi getaran dari lisan Bell.
Hal tersebut lantas mendorong Bell untuk membuat fonoautograf, semacam alat perekam bunyi sederhana. Pada awalnya Bell ingin memakai ciptaannya ini supaya ia sanggup memahami penyebab ketulian pada orang-orang. Belakangan, Bell menyadari kalau konsep yang dipakai pada alatnya ini juga sanggup dipakai untuk menghantarkan suara.
Bell sendiri pada mulanya tidak berminat mengembangkan lebih jauh idenya tersebut alasannya ia ingin berkonsentrasi mendidik orang-orang tuna rungu di sekolah. Namun alasannya ia terus menerus didesak oleh Mabel yang dikala itu berstatus sebagai tunangnya, Bell balasannya bersedia mengembangkan idenya tersebut.
Mabel bahkan memaksa Bell mengundurkan diri dari sekolah tempatnya mengajar supaya Bell sanggup berkonsentrasi mengembangkan temuannya ini. Bisa dibilang bahwa jikalau bukan alasannya desakan Mabel dan rasa ingin tau Bell seusai melihat ibunya, maka Bell tidak akan membuat telepon yang kelak membantu komunikasi jutaan orang di seluruh dunia.
Bell Membantu Helen Keller Belajar Bicara
Helen Keller yaitu nama dari seorang pejuang kesetaraan hak untuk orang yang mempunyai cacat fisik. Ia lahir dalam kondisi normal, namun kemudian mengalami kebutaan dan ketulian usai terjangkit demam tinggi dikala masih berusia amat muda. Dan alasannya Helen tidak sanggup mendengar, Helen pun pada awalnya sempat dikhawatirkan tidak akan sanggup berbicara.
Tidak ingin melihat putrinya hidup terasing di sisa hidupnya, orang renta Helen kemudian membawanya menemui Bell. Bell kemudian meminjamkan jamnya kepada Helen dan membuatnya bergetar supaya Helen sanggup merasakannya. Momen tersebut ternyata sangat membekas bagi Helen. Sampai-sampai ia menggambarkan momen tadi sebagai “pintu yang harus saya lalui dari kegelapan menuju cahaya”.
Bell kemudian memberikan duduk perkara yang dimiliki oleh keluarga Keller kepada Institut Perkins. Institut tersebut kemudian mengirimkan guru berjulukan Anne Sullivan ke rumah keluarga Keller untuk membantu membimbing Helen. Berkat tunjangan Sullivan, Helen secara perlahan mulai sanggup berbicara layaknya orang normal.
Sullivan kemudian memberikan perkembangan yang dialami Helen kepada Bell, yang kemudian berbagi ceritanya hingga Helen sanggup terkenal. Bell juga kerap mengirimkan uang kepada Helen dan bahkan sengaja mempelajari huruf Braille – huruf khusus orang buta yang bentuknya ibarat kumpulan titik – supaya ia sanggup sering-sering menjalin kontak dengan Helen.
Bell Pernah Mencoba Mengajari Anjing Berbicara
Saat gres berusia 20 tahun, Bell sempat menyelamatkan seekor anjing jalanan yang kemudian ia beri nama Trouve. Bell kemudian merasa ingin tau apakah ia sanggup mengajarkan bahasa khusus tuna rungu kepada Trouve supaya anjing tersebut sanggup berbicara layaknya manusia.
Untuk mewujudkan keinginannya ini, Bell akan sengaja membentuk lisan anjing tersebut hingga sanggup mengucapkan kata “ma”. Sesudah itu, Bell mengajari Trouve supaya mengucapkan kata “mama” setiap kali Trouve meminta hadiah kepada majikannya.
Namun Bell tidak mau berhenti hingga di sana. Ia sekarang mengajari Trouve untuk mengucapkan kata-kata yang lebih rumit mirip “ah”, “ow”, “oo”, dan “ga”. Ia kemudian merangkaikan kata-kata tersebut supaya Trouve sanggup mengucapkan kalimat “ah ow oo ga ma ma” yang aslinya merupakan versi lebih sederhana dari “how are you, Grandma?” (bagaimana kabarmu, nenek?).
Saat Trouve mengucapkan kalimat tadi, Bell harus sedikit membantu Trouve supaya ia menggerakkan bibirnya sesuai dengan kata yang hendak diucapkan. Pada akhirnya, Bell gagal mengajari Trouve untuk sanggup berbicara dan berkomunikasi layaknya manusia. Namun Bell juga mendapatkan pengalaman berharga kalau metode ini sanggup dipakai untuk mengajari orang-orang tuna rungu berbicara.
Bell Ingin Supaya Orang-Orang Tuna Rungu Dilarang Menikah
Sejauh ini kita sudah mengetahui hal-hal positif dari Bell. Namun sebagai manusia, Bell juga mempunyai sisi kontroversialnya sendiri. Pasalnya Bell pernah menulis di surat kabar kalau orang-orang tuna rungu harus disingkirkan supaya orang-orang tidak bermetamorfosis masyarakat tuna rungu.
Menurut Bell, masyarakat tuna rungu yang ia khawatirkan bakal terbentuk jikalau orang tuna rungu diperbolehkan menikah. Bell beralasan kalau orang tuna rungu mempunyai kecenderungan tinggi untuk mempunyai keturunan yang juga bersifat tuna rungu. Bell lantas mengusulkan semoga orang-orang tuna rungu tidak diperbolehkan untuk menikah.
Bell sendiri mengakui kalau ihwal kontroversialnya ini bakal sulit dilaksanakan. Oleh alasannya itulah, Bell mengajukan solusi alternatif kalau orang-orang tuna rungu tidak diperbolehkan bertemu satu sama lain.
Bell juga mengusulkan kalau orang tuna rungu tidak diperbolehkan masuk ke sekolah khusus tuna rungu maupun mendapatkan pendidikan dari guru tuna rungu. Dengan begitu, orang-orang tuna rungu tidak akan pernah saling mengenal satu sama lain dan mereka mempunyai peluang rendah untuk menikah.
Hal yang ironis yaitu jikalau ajuan Bell ini benar-benar menjadi kenyataan, maka Bell justru tidak akan pernah lahir alasannya ibunya sendiri yaitu penyandang tuna rungu. Yang menarik, Bell sendiri diperkirakan mengeluarkan ihwal demikian alasannya ia terinspirasidari ibunya sendiri. Pasalnya kendati ibu Bell yaitu penyandang tuna rungu, ia sanggup berbicara dan bermain piano layaknya orang normal.
referensi
https://www.thedodo.com/before-inventing-the-telephone-489117573.html
https://listverse.com/2017/09/12/10-weird-facts-about-alexander-graham-bells-obsession-with-deaf-people/