Fakta Mengerikan Praktik Menguliti Kepala Suku Indian
Suku Indian Amerika Utara mempunyai kebiasaan mengambil kulit kepala musuh sebagai penanda kemenangan atas lawan yang berhasil ia kalahkan. Praktik ini pun lantas menimbulkan suku Indian senantiasa ditakuti oleh lawan-lawannya.
Namun tahukah anda bahwa suku Indian bukanlah satu-satunya golongan di Amerika Utara yang mempunyai kebiasaan mengambil kulit kepala lawannya? Untuk mengetahui lebih jauh mengenai hal tersebut, beserta-fakta-fakta lain mengenai praktik mengambil kulit kepala lawan, goresan pena di bawah ini akan menjelaskannya kepada anda.
John Joel Glanton yakni nama dari seorang laki-laki asal Texas yang mencari penghasilan embel-embel dengan cara membunuh orang Indian Apache dan mengambil kulit kepala mereka. Saat Perang Meksiko-Amerika meletus, sejumlah orang Apache diketahui ikut terlibat dalam peperangan.
Militer AS tidak mau melihat suku Apache ikut terlibat perang sehingga mereka pun mengutus Glanton untuk membunuh orang-orang Apache yang dilihatnya. Pada awalnya semuanya berjalan lancar dan Glanton berhasil mendapatkan hadiah uang dalam jumlah banyak.
Namun seiring berjalannya waktu, kian sedikit orang Apache yang berhasil ditemukan oleh Glanton. Karena Glanton tidak mau bersusah payah, ia pun membunuh warga sipil Meksiko dan mengambil kulit kepala mereka. Sahabat anehdidunia.com ia kemudian menyerahkan kulit kepala tersebut kepada petugas militer AS sambil mengklaim kalau kulit kepala tersebut berasal dari Apache.
Siapa yang menabur angin akan menuai badai. Peribahasa itulah yang risikonya menjadi citra mengenai bagaimana nasib Glanton kemudian. Merasa geram atas tindak tanduk Glanton, pemerintah Chihuahua di Meksiko menjanjikan hadiah uang kepada siapapun yang berhasil membunuh Glanton.
Glanton risikonya menemui ajalnya setelah ia dibunuh oleh suku Indian Yuma saat sedang tidur di malam hari. Yuma normalnya yakni suku Indian yang cinta tenang dan lebih suka menghindari konflik. Namun alasannya yakni mereka menyimpan dendam terhadap Glanton, mereka pun menentukan untuk mengakhiri riwayat Glanton untuk selamanya.
Kaum Kulit Putih Juga Menguliti Kepala Musuhnya
Bukan hanya kaum Indian yang menguliti kepala musuhnya. Kaum kulit putih ternyata juga melakukannya. Saat kaum kulit putih mendarat di Benua Amerika untuk pertama kalinya, pada awalnya mereka mempunyai relasi akrab dengan suku Indian. Namun seiring berjalannya waktu, konflik risikonya mulai timbul di antara keduanya.
Saat relasi antara kulit putih dengan Indian semakin panas, kaum kulit putih pun mulai mengadopsi kebiasaan suku Indian untuk menguliti kepala lawannya. Perang Pequot menjadi arena di mana kaum kulit putih untuk pertama kalinya mengambil kulit kepala lawan.
Perang Pequot sendiri bermula saat seorang pedagang berjulukan John Oldham dibunuh oleh suku Indian setempat. Merasa tidak terima, penduduk kulit putih dari Koloni Massachusetts kemudian menyatakan perang kepada suku Indian yang dianggap bertanggung jawab atas peristiwa ini.
Pada awalnya gubernur kawasan yang bersangkutan menjanjikan hadiah kepada orang kulit putih yang berhasil membawa pulang kepala orang Indian. Namun alasannya yakni membawa kepala dalam jumlah banyak ternyata merepotkan, sayembara itupun direvisi menjadi cukup membawa kulit kepala orang Indian.
Sejak itulah, orang kulit putih kian bersemangat memerangi orang Indian agar sanggup mengambil kulit kepala mereka dan membawanya pulang. Sahabat anehdidunia.com sesudah itu, koloni-koloni kulit putih yang lain turut menggelar sayembara serupa. Pada tahun 1641 misalnya, gubernur koloni New Netherlands menjanjikan hadiah kepada mereka yang sanggup membawa pulang kepala orang Indian dari marga Rarita.
Di Tempat Ini, Ratusan Orang Dibunuh dan Diambil Kulit Kepalanya
Salah satu peristiwa pembantaian dan pengambilan massal kulit kepala terparah yang pernah ada terjadi pada tahun 1325 di Crow Creek, sebuah kota yang dihuni oleh suku Indian. Untuk ukuran suku Indian, Crow Creek tergolong sebagai kota besar alasannya yakni kota tersebut mempunyai 55 tenda keluarga.
Untuk melindungi kota tersebut dari bahaya luar, Crow Creek dilidungi oleh tembok kayu yang dilapisi dengan kulit bison. Namun nyatanya tembok tersebut tetap tidak cukup untuk menghentikan peristiwa yang kelak bakal membinasakan Crow Creek untuk selamanya.
Suatu malam, gerombolan orang Indian dari marga lawan menyelinap masuk ke dalam kota dan membantai semua penghuninya. Sahabat anehdidunia.com berabad-abad kemudian, pembantaian ini berhasil diketahui setelah tim arkeolog menemukan timbunan tulang belulang yang berasal dari 486 jenazah berbeda.
Dengan melihat jejak pada tengkoraknya, hampir semua orang yang tewas di lokasi ini diambil kulit kepalanya seusai dibunuh. Kaum perempuan yang masih belia diperkirakan tidak ikut dibantai alasannya yakni mereka diambil untuk dijadikan budak oleh suku Indian yang membinasakan Crow Creek.
Pembantaian ini terjadi lebih dari seabad sebelum Christopher Columbus berlayar ke Benua Amerika. Tidak ada yang tahu niscaya suku Indian manakah yang bertanggung jawab atas peristiwa tragis ini.
Saat orang Eropa risikonya datang di Amerika, mereka mendengar dongeng dari suku Indian Arikara kalau suku tersebut pernah membinasakan sebuah desa yang sangat besar untuk memperlihatkan pelajaran kepada penghuninya. Mungkinkah desa besar tersebut yakni Crow Creek?
Wanita Ini Berhasil Menguliti Kepala 10 Orang Indian
Hannah Duston yakni seorang ibu rumah tangga yang mempunyai 8 orang anak. Dengan melihat profesinya tersebut, orang pastinya tidak akan menyangka kalau perempuan ini ternyata sanggup mengalahkan 10 orang Indian yang populer sangat lihai memainkan senjata.
Semuanya bermula saat pada tahun 1697, desa yang ditinggali Hannah di Massachusetts diserang oleh suku Indian Abenaki. Suami Hannah beserta ketujuh orang anak mereka berhasil melarikan diri, namun Hannah dan bayinya tidak berhasil keluar dari desa.
Pasukan Abenaki yang mengepung desa tersebut kemudian mengambil paksa bayi Hannah dan membunuhnya dengan cara membantingnya ke arah pohon. Sahabat anehdidunia.com mereka kemudian membawa paksa Hannah dan berencana menjadikannya sebagai sandera. Namun di tengah perjalanan, Hannah berhasil melarikan diri.
Alih-alih segera kabur sejauh mungkin, Hannah setelah itu justru menentukan untuk membuntuti suku Indian tadi. Saat malam datang dan mereka sedang terlelap, Hannah secara rahasia mengambil kapak tomahawk dan membunuh 10 orang Indian yang ada di sana.
Hannah kemudian mengambil kulit kepala mereka dan membawa pergi para sandera dengan menggunakan perahu. Saat Hannah risikonya datang di ibukota koloni, ia pergi ke kantor gubernur dan menyerahkan kulit kepala orang-orang Indian yang dibunuhnya.
Suku Indian Pernah Diupah untuk Mengambil Kulit Kepala Tentara Kemerdekaan
Saat perang kemerdekaan Amerika tengah berlangsung, ada jenderal Inggris berjulukan Henry Hamilton yang menyandang julukan “Jenderal Pembeli Rambut”. Julukan itu sendiri muncul alasannya yakni semasa perang berlangsung, Hamilton menggelar sayembara kepada suku Indian. Ia berjanji akan membeli kulit kepala milik orang Indian kalau kulit kepala tersebut berasal dari tentara pejuang kemerdekaan.
Hamilton sendiri aslinya memandang rendah suku Indian dan menganggap mereka sebagai suku yang terbelakang. Kaprikornus baginya, menjalin relasi baik dengan suku Indian hanyalah bab dari seni administrasi untuk mengalahkan kubu pejuang kemerdekaan Amerika.
Setiap kali Hamilton mendapatkan kulit kepala, ia akan mencatatnya dengan cermat. Dalam suatu hari, Hamilton dilaporkan pernah mendapatkan 129 kulit kepala sekaligus. Saat pasukan pejuang kemerdekaan risikonya mengetahui sayembara yang digelar oleh Hamilton, mereka pun melaksanakan balas dendam dengan cara mereka sendiri. Setiap kali mereka berhasil mengalahkan pasukan yang bekerja untuk Hamilton, mereka akan menguliti kulit kepala anggota pasukan Hamilton yang terbunuh.
Sumber :
https://listverse.com/2017/07/16/top-10-horrific-facts-about-scalping-on-the-american-frontier/