Dampak Nyata Keberadaan Bajak Bahari Bagi Budak-Budak Kulit Hitam
Periode antara tahun 1650 hingga 1730 merupakan periode yang mencekam bagi kapal-kapal yang berlayar di Laut Karibia, sebelah timur Benua Amerika. Pasalnya pada periode tersebut, acara penyergapan oleh bajak bahari sedang sering-seringnya terjadi. Sampai-sampai periode yang bersangkutan dijuluki sebagai Zaman Keemasan Bajak Laut.
Karena bajak bahari hidup dari mengambil harta benda milik pelaut lain, bajak bahari pun kerap dicitrakan sebagai sosok penjahat yang tamak dan haus darah. Namun kalau kita melihatnya dari sisi lain, ternyata bajak bahari juga mempunyai sisi positifnya sendiri. Berkat keberadaan bajak laut, para saudagar tidak sanggup seenaknya mengirim paksa orang-orang kulit gelap ke Amerika sebagai budak. Berikut ini ialah klarifikasi lengkapnya:
Bajak Laut Sengaja Mengincar Kapal Budak
Saat mencari kapal untuk dibajak, bajak bahari tidak melaksanakan penyerangan secara membabi buta. Tujuan bajak bahari melaksanakan pembajakan ialah supaya mereka sanggup mendapat harta benda yang melimpah dari kapal korbannya. Itulah sebabnya ketika hendak melaksanakan penyerangan, bajak bahari hanya akan mengincar kapal-kapal yang berdasarkan mereka sanggup mendatangkan laba besar.
Dari sekian banyak kapal komersial yang berlayar di perairan Atlantik, kapal yang mengangkut budak kulit gelap menjadi target utama bajak bahari untuk diserang. Pasalnya lantaran kapal pengangkut budak didesain untuk mengangkut penumpang dalam jumlah besar, kapal pengangkut budak pun biasanya mempunyai ukuran yang besar dan persediaan logistik yang melimpah.
Kapal pengangkut budak lazimnya juga sanggup dipakai untuk berlayar cepat dan menempuh jarak yang jauh lantaran kapal ini didesain supaya sanggup melaksanakan pelayaran lintas benua. Oleh lantaran itulah, ketika bajak bahari berhasil merebut kapal pengangkut budak, maka kapal yang bersangkutan akan pribadi dijadikan kapal gres oleh bajak bahari yang merebutnya.
Sejarah sendiri mencatat bahwa kapal-kapal bajak bahari yang populer dulunya ialah kapal yang dipakai untuk mengangkut budak. Sahabat anehdidunia.com kapal Queen Anne’s Revenge milik bajak bahari Blackbeard dan Whydah milik Samuel Bellamy ialah sebagian di antaranya. Sebelum menjadi momok bagi para pelaut, kapal-kapal tadi dulunya difungsikan sebagai pengangkut budak.
Bajak Laut Membantu Membebaskan Budak
Bagi para budak kulit hitam, didatangi oleh kawanan bajak bahari sanggup dianggap sebagai berkah terselubung. Pasalnya bajak bahari yang menyerang kapal mereka seringkali akan turut membebaskan budak-budak yang diangkut di dalamnya.
Seperti yang kita tahu, bajak bahari oleh negara-negara Eropa dipandang sebagai penjahat yang harus ditangkap atau dibunuh. Oleh lantaran itulah, ketika bajak bahari berhasil membajak kapal pengangkut budak, maka budak-budak yang diangkut di dalamnya tidak sanggup dijual begitu saja. Resikonya terlalu besar bagi para bajak laut.
Supaya budak-budak tersebut masih sanggup dimanfaatkan, bajak bahari yang berhasil menduduki kapal budak biasanya akan membujuk para budak di dalamnya supaya ikut bergabung menjadi anggota bajak bahari yang baru. Jika mereka menolak, maka mereka biasanya akan dibebaskan begitu saja dan dibiarkan melarikan diri ke hutan untuk melanjutkan kehidupan mereka sebagai orang bebas.
Sebagai tanggapan dari banyaknya budak kulit gelap yang direkrut ke dalam bajak laut, jumlah orang kulit gelap yang menjadi bajak bahari pun terbilang tinggi. Dari sekian banyak kawanan bajak bahari yang beroperasi di Atlantik, sebanyak lebih dari seperempatnya diketahui sebagai orang kulit hitam. Bahkan ada satu kasus di mana sebuah kapal bajak bahari mempunyai awak kapal berjumlah 50 orang, namun hanya 1 orang di antaranya yang berkulit putih.
Meskipun begitu, tidak semua bajak bahari memperlihatkan perilaku murah hati kepada budak-budak yang ditemuinya. Beberapa bajak bahari diketahui mengakibatkan budak kulit gelap sebagai budak pribadinya. Bajak bahari Black Bart bahkan dilaporkan pernah memperabukan hidup-hidup 80 orang budak di atas kapal.
Bajak Laut Memberikan Hak Setara Kepada Orang Kulit Hitam
Bajak bahari dikenal tidak segan-segan memakai cara kekerasan dan pembunuhan untuk mencapai tujuannya. Dengan melihat hal tersebut, maka gampang saja bagi kalangan awam untuk membayangkan kapten bajak bahari sebagai sosok bengis dan bertangan besi.
Faktanya ialah kapten bajak bahari ternyata tidaklah seotoriter yang terlihat. Saat kapal bajak bahari melaksanakan penyerangan, perintah dari kapten memang menjadi perintah yang tak boleh diganggu gugat. Namun dalam kondisi biasa, kapten bajak bahari hanya akan mengeluarkan perintah kalau ia mendapat persetujuan dari awak kapal yang lain.
Seorang bajak bahari juga hanya sanggup menjadi kapten kalau lebih banyak didominasi awak kapal menyetujuinya. Saat hendak menentukan kapten, masing-masing awak bajak bahari akan memperlihatkan suaranya. Hak bunyi ini juga berlaku untuk awak kulit hitam. Sahabat anehdidunia.com para awak bajak bahari bahkan mempunyai pedomannya sendiri mengenai tata krama di atas kapal dan sanksi yang harus diambil ketika ada pelanggaran.
Orang kulit gelap juga mempunyai kesempatan untuk menempati posisi penting dalam hirarki bajak bahari kalau ia dianggap mempunyai cukup kharisma dan keterampilan. Black Caesar ialah salah satunya. Saat dirinya diculik oleh pedagang budak di Afrika, kapal budak yang dinaikinya terkena angin puting-beliung dan kemudian terdampar.
Black Caesar sendiri selamat dalam kecelakaan tersebut. Maka, dengan dukungan seorang awak kulit putih yang juga selamat, Black Caesar kemudian menyergap sebuah kapal yang melintas dan kemudian mengakibatkan kapal tersebut sebagai kapal bajak lautnya.
Black Caesar dan bawah umur buahnya kemudian bergabung dalam kelompok bajak bahari yang dipimpin oleh Blackbeard. Meskipun Blackbeard tetap berstatus sebagai pemimpin tertinggi, Black Caesar tetap diberikan tugas penting dalam kelompok dan dipercaya memimpin sejumlah kapal bajak bahari yang lebih banyak didominasi awaknya berkulit putih.
Tanpa Adanya Bajak Laut, Perdagangan Budak Kembali Meledak
Keberadaan bajak bahari menjadi salah satu alasan kenapa pada awalnya perdagangan budak kulit gelap tidak begitu berkembang di lepas pantai Amerika. Pasalnya menyerupai yang sudah disinggung sebelumnya, bajak bahari sengaja mengakibatkan kapal-kapal pengangkut budak sebagai target utamanya.
Karena bajak bahari oleh negara-negara Eropa dipandang sebagai gangguan, mereka pun menempuh segala cara untuk membasmi bajak bahari sepenuhnya. Hal tersebut lantas berujung pada dilakukannya perburuan besar-besaran yang dilakukan kepada para bajak laut. Zaman keemasan bajak bahari diperkirakan berakhir dengan tewasnya bajak bahari Black Bart.
Berakhirnya acara pembajakan di Karibia lantas berdampak pada menyuburnya acara perdagangan budak. Dalam rentang waktu 10 tahun pasca berakhirnya Zaman Keemasan Bajak Laut, Inggris menjadi negara pemilik budak terbanyak dibandingkan dengan negara-negara Eropa lainnya. Semua lantaran tidak ada lagi bajak bahari yang biasa mengusik pelayaran kapal-kapal pengangkut budak.
Dalam kasus tertentu, bajak bahari kulit gelap yang berhasil ditangkap hidup-hidup akan dipaksa kembali menjadi budak. John Julian contohnya, tokoh bajak bahari sekaligus bawahan Samuel Bellamy tersebut berhasil ditangkap sehabis kapal yang dinaikinya terdampar. Begitu berhasil ditangkap, Julian kemudian dijual ke pasar budak.
Namun Julian ternyata tidak mau hidup sebagai burung dalam sangkar. Setelah berhasil melarikan diri dari majikannya yang berjulukan John Quincy, Julian kemudian menjadi buronan dan sempat membunuh seorang pemburu hadiah yang ingin menangkapnya. Saat Julian pada jadinya berhasil ditangkap, ia kemudian dieksekusi mati lantaran menolak dijadikan budak.
Sumber :
https://listverse.com/2016/10/21/10-ways-pirates-made-life-better-for-african-slaves/